Ketika Anak Bertanya Tentang Allah

Kita sama-sama tahu bahwa anak adalah merupakan anugerah sekaligus amanah dari Allah Swt. Yang mana kita selaku orang tua, terlebih seorang ibu pastilah memiliki peranan yang utama di dalam pengasuhan dan pendidikan anaknya dari sejak dini, bahkan dari sejak di dalam kandungan.  Masih terbayang di pelupuk mata kita, bagaimana dulu ketika kita berdoa kepada Allah, memohon agar dikarunia anak yg sholih/sholihah. Dalam penantian tersebut, mungkin banyak sekali doa yang kita panjatkan kepada Allah swt. Semata-mata demi hadirnya si buah hati tercinta. Sampai pada akhirnya Allah pun mengabulkan doa2 kita, Allah menghadirkan seorang anak2 sholih/sholihah yang lucu, cerdas, dan yang selalu membuat senyum bahagia kedua orang tuanya. 

Seiring berjalannya waktu, anak yang diamanahkan Allah kepada kita pun tumbuh dengan sehatnya, masa-masa golden momentnya membuat kita seorang ibu memilih untuk bisa memiliki banyak waktu bersama mereka. Sehingga tak sedikit yang rela meninggalkan karirnya, dan memutuskan kembali ke rumah agar bisa selalu bersama anaknya. Agar kita bisa memantau tumbuh kembangnya, agar kita bisa menanamkan nilai-nilai aqidah ke dalam dirinya. Sehingga sejak dini anak dapat mengenal siapa yang menciptakannya. 

Sejak dalam kandungan, bayi hingga balita, tak satupun moment yang kita ingin tinggalkan. Karena biasanya anak-anak ketika memasuki usia batita dan balita, mereka memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa. Apalagi apabila anaknya cerdas, tidak cukup baginya hanya dengan satu pertanyaan saja yang dilontarkan kepada ibunya. Selesai pertanyaan yg satu, pasti akan ada rembetan pertanyaan lainnya lagi. Itulah anak-anak. Anak-anak kadang melontarkan pertanyaan kritis yang susah dijawab. Mulai dari pertanyaan besar tentang hakikat Allah SWT, sampai hal-hal sederhana yang tak terpikirkan orang dewasa. Apalagi, arus informasi dari media elektronik dan televisi sekarang begitu cepat.

Misalnya saja pertanyaan: Allah SWT itu seperti apa? Kenapa Allah tidak kelihatan? Kenapa setan suka mengganggu manusia? Kenapa ibu kok tidak shalat? Dan seterusnya. Sebagian dari kita, seorang ibu terkadang ada yang memilih marah atau menyuruh anaknya berhenti menanyakan hal-hal semacam itu. Karena dianggapnya ribet dan cerewet. Padahal, sikap seperti itu, sangat tidaklah tepat. Karena anak tetap akan mencari jawaban atas segala pertanyaan-pertanyaannya tsb. Bahkan bisa jadi, sikap orang tua yang semacam itu akan membuat anak mencari jawaban ke sumber yang salah atau tidak percaya lagi pada orang tuanya.

Terutama pada anak-anak yg memasuki masa emasnya, anak usia 0-5 tahun, anak-anak yang sedang menjalani fase kehidupan dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi pribadi-pribadi “tak mau tahu” alias ignoran, hehehe). 

Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi oleh para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH. Yang terkadang bermacam pertanyaannya, membuat kita mengeryitkan dahi. Jika saat ini,  kita sedang berada di fase ini, maka berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja kita memberi jawaban kepada anak-anak kita, besar kemungkinan kita bisa menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi mindzalik,… Semoga saja ini tidak terjadi ya. 

Lantas bagaimana jawaban kita sebagai ibu, jika anaknya ada yg bertanya, "Bu apakah Allah itu ada? Terus Allah itu adanya dimana bu? dan sebagainya. 

Spontan sebagian dari kita pasti akan menjawab "Ada sayang, Allah itu kan menciptakan kita...bla3x....yang mungkin jawabannya bisa menjadi panjang. Kita dengan segera akan menjelaskan panjang kali lebar ttg Allah yang menciptakan alam semesta kepada anak kita. Sehingga sikecilpun bengong tidak mengerti, sambil diam mendengarkan penjelasan kita. Dan kitapun menjadi tenang dgn jawaban kita,  karna merasa si kecil sudah paham. Namun keesokkannya tanpa kita duga, sikecil kembali bertanya lagi kepada ibunya, "Ibu kalau Allah itu ada, kok gak kelihatan ya?"

Bagaimana ada tidak ibu-ibu yang baca tulisan ini, adakah yang punya pengalaman serupa seperti itu? Siapa yang punya, tunjuk tangan boleh. Yuk kita berbagi pengalaman.

Sebelum saya lanjutkan ke poin intinya, ada sedikit yang kita harus ingat tentang hal ini. Yaitu apabila sikecil masih usia dini, janganlah memberikan anak sebuah jawaban yang terlalu panjang kali lebar. Yang sebenarnya tidak dia paham. Cukup jawablah dengan jawaban yang menggunakan bahasa anak, sehingga anak kitapun mudah mengerti dan mudah utk mencernanya.  Karena penjelasan yg panjang lebar tidak akan membuat anak menjadi mengerti, tapi sebaliknya anak akan menjadi bingung. Dan jika kita mau kreatif, kita bisa ajari anak dengan cara yang have fun, spt yg dikutip dari buku MI for Islamic Teaching berikut ini, yaitu dgn mengajak anak bermain: pertama kita sediakan air, gula, gela, dan sendok. Kemudian isi gelas tsb dengan gula dan aduk sampai gula larut, ajak anak untuk melihat proses yg terjadi antara gula dan air tersebut. Setelah semuanya tercampur, tanyakan pada anak, apakah gula itu masih ada didalam air? kalau ada bagaimana kita tahu kalau gula itu ada, kan sudah larut jadi gak kelihatan. Dan ketika anak yakin menjawab ada karna air menjadi manis, saat itulah kita masukkan penjelasan dengan menganalogikan stimulasi tersebut dengan wujud Allah.

Yang terpenting adalah sebagai seorang ibu, kita harus terus belajar. Semoga tulisan ini bermanfaat kita, terutama pribadi saya yang masih baru sekali memiliki predikat seorang ibu.

Wallohu alam bishowab



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Sejati

🥀Perang Melawan Diri Sendiri

🌈Melukis Pelangi Di Tengah Hujan