Jangan Biarkan Ia Tergadaikan

Tersadar atau tidak, tiap fase kehidupan yang kita lewati, menguji ketahanan komitmen kita terhadap diin ini. Satu persatu mulai bermunculan nama-nama yang dulu kita kenal baik sebagai pengusung dakwah, tak jarang pun kader yang dulu dianggap militan, dan kita kenal hari ini tak lebih dari sekedar teman-teman kebanyakan. Tak tampak lagi aktivitas dakwah dalam kesehariannya, meski hanya dalam senda gurau dengan kawan sekantor. Jilbab yang dulu mengurai lebar ke bawah dada, kini tak lebih dari sekedar untuk penutup rambut dan kepala. Komitmen yang dulu dipegang erat tatkala kuliah, meluntur dengan sendirinya seiring tuntutan kerja yang tak mampu diseimbangi. Visi besar yang telah tertoreh, entah kini masih berlaku hari ini atau tidak.

Setelah keluar dari perguruan tinggi dan bercampur baur dengan kehidupan yang sebenarnya, terkadang tawaran kerja yang begitu menggiurkan hati, dengan gaji besar dan jenjang karir yang menjanjikan, tak jarang membuat iman kita menjadi tergadaikan. Melunturkan segala komitmen yang dahulu sempat dipegang erat. Tawaran dunia kerap membawa pada kebimbangan raga. Ketika dipertemukan dengan keadaan dan kondisi yang sedemikian rupa, sebagian ada tergiur karenanya, ada yang perlahan, ada yang instan perubahannya. Kita rela menggadaikan agama dan jilbab lebar yang telah lama menjulur ke bawah dada. Hanya demi sebuah karier yang dijalaninya, atau hanya demi sebuah eksistensi diri pada sebuah instansi. Namun tidak semua keberadaannya demikian ya? Masih ada juga, diantara kita yang tidak gugur di dalamnya. Dan tetap menjaga konsistensi diri  dalam perjalanannya, sekalipun berkali-kali gemerlap dunia datang mengujinya.  

Syukur-syukur jika masih muncul rasa gelisah dalam hati, atas perubahan yang ada dalam diri kita. Sebab yang demikian, itu pertanda bahwa Allah masih mendekap sanubari kita dengan kasih sayang-Nya. Meskipun kita sudah mulai mengabaikan kehendak-Nya. Lantas bagaimana jika masih abai, apa daya kita menjadikannya seperti semula, sedang dirinya tak hendak kembali kepada Rabbnya. Hanya doa sebagai selemah-lemah iman, yang mungkin bisa tetap diperjuangkan, untuk saudara kita yang dulu membersamai kita dijalan dakwah. Agar Allah tetap menjaga dan melindungi mereka.

Masih ingatkah sebuah kalimat? Hendaknya pesan ini selalu kita ingat. Dan kita jadikan sebuah penyemangat. Bahwa, diri kita menjadi kuat itu karena jamaah. Bukan jamaah kuat karena adanya kita. Kita kuat, karena ada teman-teman yang hadir untuk selalu mengingatkan. Ada teman-teman yang selalu mengajak pada kebaikan. Ada teman-teman yang kerap memegang erat tangan kita, meskipun kita tidak bertatap muka dan bertemu setiap harinya dengan mereka. Itu artinya jika kita terlepas dari jamaah, hanya akan ada dua opsi yang akan terjadi dalam diri kita. 

Yang pertama; Jika pengendalian diri kita bagus/kuat, maka kita bisa menjaga komitmen dan konsistensi keimanan yang kita miliki. Apapun godaan dunia yang datang memikat, kita akan tetap mampu mempertahankannya. Kedua; Jika pengendalian diri kita ternyata masih lemah atau tidak kuat, maka iman kita bisa jadi berkarat. Kita bisa saja terlempar jauh ke luar, dan terjerumus kepada godaan dunia yang sangat memikat. Bisa saja yang dulu ketika kuliah pakaian takwanya sesuai syariat, idealismenya yang sangat hebat, kemudian perlahan mengalami perubahan menjadi pendek setengah tingkat. Waallahualam bisawab. Faghfirlii ya Robb.

Lantas bagaimana jika demikian yang terjadi? Cepat-cepatlah kita menyadari, taubat, dan segera perbaiki kembali, sebelum hati kita benar-benar terkunci rapat oleh jerat dunia yang lebih memikat.  Istiqomah adalah satu-satunya kunci yang mesti dibawa sampai kapanpun, dia tidak segampang membalik telapak tangan, namun cukup bila ada usaha dan kemauan. Allah akan berikan jalan pada kita, karena Allah sama sekali tak menyalahi janji. Allah selalu dekat dan akan mempererat ikatan iman yang kita miliki, jika kita mau berjuang menjaganya dari segala uji. Kemudian istiqomah, tak pandang tentang siapa diri yang sedang ditungganginya. Ia hanya menjalankan titah dari Rabbnya menuju hamba pilihan, dan semoga kita adalah salah satunya. Aamiin.

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Ahzab: 59)

Tulisan ini adalah pengingat diri, bagi diri pribadi saya sendiri sebagai penulis. Saya menulis bukan karena diri sudah menjadi baik, namun karena diri merasa belum sepenuhnya baik. Karena diri sedang belajar, dan selalu berproses belajar untuk menjadi lebih baik. Khoirunnas anfauhum linnas. Itulah sebaik-baiknya manusia. Sebab itulah saya menulis, karena menulis adalah cara dakwah paling mudah dan sederhana. Jangan bosan menebar kebaikan ya. Walaupun hanya sekecil biji zarrah, walaupun hanya sekedar lewat tulisan biasa. Walau hanya satu kalimat, walau hanya satu ayat. Karena sekecil apapun kebaikan, akan tetap memiliki nilai pahala di sisi Allah SWT. Semoga setiap tulisan ada manfaatnya. InsyaAllah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Sejati

🥀Perang Melawan Diri Sendiri

🌈Melukis Pelangi Di Tengah Hujan