Cintaku Tersemai Karena Ta'aruf

15 maret 2006
15 maret 2021

15 tahun hidup bersamamu, lewat kata ta'aruf kita bertemu.  Walau dulu, jahiliyahku masih menggebu. Namun caramu, menggelitik sukmaku. Sehingga ku meraih jati diriku, dalam alunan cinta Tuhanku. Ah hidup bersamamu, insyaAllah selamanya selalu. Kurindu selalu, sakinnah hingga jannah-Nya. Bersama, kita berdua selalu menyatu. Hingga hanya maut yang mampu memisahkan hatimu dan hatiku.
=====***=====

Waktu itu usiaku di penghujung 18 tahun. Masih sesosok gadis belia yang labil unfaedah. Grusa-grusu dan belum sepenuhnya hijrah di jalan Allah. Aku jenuh dengan masa mudaku yang penuh lika-liku tak jelas kehidupannya. Hingga dapat bisikan darimana tiba-tiba saja aku ingin menikah saja. Konyolnya aku waktu itu, tanpa memikirkan lika liku pernikahan. Yang aku pikirkan, jika menikah semua selesai.

Sungguh aku memutuskan diri ingin segera menyudahi masa gadis yang tak sholehah agar tak semakin salah langkah. Aku sering bercanda dengan teman-temanku kalau ingin segera menikah saja. Dan benar, Allah mengabulkan candaanku  itu. Aku dipertemukan suamiku oleh Allah pertama kali ketika nadzor atau pertemuan. Sekilas engkau memandangku tatkala ku hidangkan teh manis untukmu. Sedangkan kala itu aku tak tahu kalau kamu adalah calon suamiku. Ku kira engkau hanya tamu bapakku seperti biasanya. Tamu yang memiliki keperluan belaka, tidak terbesit dalam hatiku kalau engkau adalah calon suamiku. Sungguh sempurna bapakku membunyikan jati dirimu waktu itu.

Dengan penampilan tak jelasku memakai rok abu-abu seragam SMK ku, dengan dipadukan baju kaos panjang dan jilbab kaos kecil. Astaghfirulloh, aku malu jika mengingatnya, betapa tidak syar'inya penampilanku waktu itu. Dan hingga kini itu selalu jadi bahan candaanku bersamamu. Menjadi bahan kita untuk mengundang ceria, yang kemudian berujung pada canda tawa. MasyaAllah indahnya ku rasa.

"Ya Allah, aku tuh sampai batin, Yang. Calonku masih muda banget bahkan masih pakai rok sekolah sepan ketat. Beneran ga ini? Aku dijodohkan sama gadis ingusan. Dan penampilannya masih suka ugal-ugalan alias dolan."

Kamu selalu tertawa mengingat itu dan aku selalu menjawab.
"Kalau waktu itu aku sudah jadi gadis sholehah, ya ga bakalan dapat jodoh kamu to, Bi. Setidaknya dapat Ustadz ... Ha ...ha ... "

Kitapun akan saling tertawa mengingat penampilanku saat nadzor itu. Betapa masih jahiliyahnya diriku. Aku suka caramu merubah penampilanku dengan sangat perlahan.

"Yang, kamu cantik kalau pakai gamis", ucapmu ketika awal-awal menikahiku yang masih suka pakai atasan bawahan, setelan blue jeans dan kaos ketat. Aku pun mulai belajar memakai gamis tetapi terkadang masih pakai atasan bawahan.

"Yang, kamu cantik banget kalau memakai gamis longgar dan jilbabnya lebar", aku pun mulai merubah penampilanku dengan gamis longgar dan jilbab lebar. Waktu pertama pakai jilbab lebar aku cekikikan

"Ya Allah, Bi. Ribet jilbabnya lebar tuh, ubrak ubruk, riweh", protesku padamu waktu itu, tapi kamu selalu bilang cantik dan anggun kalau jilbabku lebar. Aku pun luluh dan ikhlas memakainya. Hanya satu yang belum bisa ku lakukan, Bi. Ketika kamu bilang.

"Yang, kamu lebih cantik dan anggun lagi kalau bercadar", seketika mulutku ber-hemmm panjang, kemudian bilang bentar ya, Bi. Aku ngerasa belum sesholehah itu, akhlaqku jauh dari kata baik. Aku takut tak bisa menjaga sikapku. Sabar dulu ya, Bi. Mungkin suatu saat nanti.
====***====

Setelah nadzor, aku harus memutuskan menerimamu apa tidak. Waktu itu gadis 18 tahun ini mencoba sholat istikharoh, kamu yakin gak dengan kemantapan hati jawaban dari gadis 18 tahun? Aku tertawa sendiri kalau mengingatnya, entahlah sholat istikharohnya sungguh-sungguh apa tidak waktu itu. Hanya Allah dan aku yang tahu jawabannya. Hingga keluar jawaban aku menerima melanjutkan proses kita. Kamu pergi melamarku di rumah bapak di Gemolong dan itu untuk kedua kalinya kita bertemu. Aku menerima lamaranmu tepat di usiaku yang ke 19 tahun. 

Setelah lamaran kita tak pernah bertemu lagi, hingga aku lupa bagaimana wajahmu karena baru 2x bertemu dan itu hanya sekilas saja. Waktu itu kamu masih bujang merantau dan terdampar ngekost di Ngruki. Suatu hari aku diajak bulik menjemput anaknya yang sekolah di SD Al amin ngruki. Waktu itu aku bonceng nyengklak kalau istilah jawanya, sambil memperhatikan belakang motor. Aku merasa melihatmu sedang motoran di belakangku. Pikiranku mencoba mengingat-ingat, itu lelaki yang melamarku kemaren bukan sih? Eh, kayaknya bukan? Eh, tapi kok mirip? Kayaknya iya deh. Tapi kok dia juga diam saja melihatku.

Ya Allah, ternyata setelah kami menikah dan ku ceritakan tentang itu. Jawabannya adalah iya, dia calon suamiku sesuai dengan ciri-ciri yang ku sebutkan. Kami tertawa mengingatnya, indahnya nikah dengan jalan ta'aruf tuh begini. Yakin, aku belum hafal wajahnya. Dan itu terulang lagi ketika aku diajak bulik beli baju di aflaha, ngruki. Ketemu sama calon suami lagi tapi yakin ga yakin, kok kayak yang lamar aku kemaren, betul ga ya? Ya Allah, ternyata betul dia calon suamiku. 2x tak sengaja sekilas bertemu tapi ragu-ragu karena belum hafal wajahnya. MasyaaAllah.

Dan kita pun menikah pada tanggal 15 maret 2006, itu baru yang ke empat kalinya kita bertemu. Tak terasa kini sudah 15 tahun terlewati. Awal nikah terasa berat sekali bagi kita untuk saling memahami. Aku orang Solo asli yang pekewuhan, terbiasa berbicara halus harus dibenturkan dengan kamu yang lahir dan besar di Sumatra Selatan. Sangat kontras adat dan budayanya, sama-sama naik turun emosi kita karena perbedaan itu dan juga usiaku yang masih muda. Aku yang gampang tersinggungan, nangisan dan ngambekan. Sedangkan kamu juga tak kalah konyolnya menyebalkan tidak paham cara memperlakukan istri yang masih gadis belia. Banyakan konfliknya ketimbang cerita indahnya. Bahkan sempat membuatku merasa menyesal telah memutuskan menikah muda. Ternyata menikah itu berat, karena separuh dari agama adalah tentang kehidupan pernikahan. Alhamdulillah, Allah masih menjaga hati kita untuk tetap bersama.

Di saat kita baru berusaha belajar saling memahami dan mengerti, ternyata Allah menguji dengan menggabungkan kita di barisan para pejuang garis 2. Keguguran 3x membuat sikapmu padaku mulai bisa memahami. Kita berjuang bersama dengan susah payah dan derai airmata selama hampir 4 tahun untuk mendapat garis dua. Hingga Allah kabulkan doa setelah ikhtiar panjang dan menangis mengiba, memohon agar diberi keturunan. Putra putri kita hadir menambah hangatnya keluarga kecil kita di kala itu.

15 tahun kita telah melewati suka duka, tawa dan derai airmata, lika liku berumahtangga. Aku pernah down dengan semua sifatmu, tapi bangkit lagi untuk bersabar memahamimu. Begitu pula kamu, kau pernah bilang susah sekali menaklukkan hatiku, memahami rumitnya karakterku. Kita sama-sama terus belajar untuk terus bergandengan dalam ikatan pernikahan. Kita belajar tentang sabar dan ikhlas, kita belajar memegang teguh komitmen pernikahan. Kita ikat diri kita dalam sebuah janji, untuk sebuah perjuangan setia sampai mati. Kita berjuang demi menumbuhkan cinta Allah dalam pernikahan ini.
 
Aku sadar, tak mudah memahamiku karena aku introvert akut ditambah lagi ada gangguan yang mempengaruhi psikisku. Aku salut dengan kesabaranmu dan seni mengalahmu kepadaku. Aku tahu kamu sangat mencintaiku, melebihi cintanya bapakku kepadaku. Tidak salah, jika bapakku menitipkan hidupku kepadamu. Kau banyak merubah karakterku. Aku menjadi kuat, gak nangisan, gak ngambekan, apalagi baperan. Kau yang selalu bilang jangan begitu, jangan begini. Kau yang penyabar dan mampu memahami,  membuat cintaku bertekuk lutut di hadapanmu. Sehingga Allah menggiringku pada hijrah yang menggebu

Aku menikah denganmu dalam keadaan tak punya bakat apa-apa, tak punya keistimewaan apa-apa. Aku gak bisa masak, gak bisa dandan, gak bisa bekam, gak bisa ngajar, pokoknya nothing and nothing, nol besar prestasiku. Aku suka caramu merubah karakterku, yang masih ugal-ugalan alias suka dolan karena masih bocah ingusan, dengan perlahan atas izin Allah.

"Kamu tuh pinter ngajar loo, Yang", dan akhirnya kamu membiayai kursus sekolah guru TK, hingga aku bisa jadi guru 8 tahun lamanya.

"Kamu itu pinter refleksi, pasti kamu bisa bekam, Yang. Kamu nanti bisa nolong orang yang membutuhkan bantuan", dan akhirnya kita belajar bareng jadi terapis bekam profesional. Aku pun sampai tahap sekolah bekam berkat dukunganmu. Hingga kita punya banyak pelanggan bekam yang antri untuk di terapi.

"Masakanmu tuh enak, Yang", begitu terus yang kau ucapkan ketika aku memasak enak tak enak. Hingga membuatku senang terus belajar dan utak utik resep di google. Setidaknya sekarang aku sudah jadi chef handal untuk keluarga kita.

"Kamu itu kalau nulis kok indah banget sih, Yang", pujimu padaku setiap membaca coretan-coretan kata yang ku buat di buku kerjamu. Hingga kini membuatku jadi penulis beneran, walau hanya penulis di sosial media.

Aku salut dengan dirimu. Selalu berbicara positif padaku, selalu bilang aku pasti bisa, Yayang pinter, Kok. Yayang sholehah sekali. Istriku perempuan hebat, ibu yang pandai. Aku senang dengan semua pujianmu, walau nyatanya tak sebaik itu. Wanita mana yang tak tersipu jika suaminya pintar merayu. Dan perhatian dengan segala kata-kata yang adem menyiram kalbu.

Sekarang 15 tahun sudah kita saling membersamai. Semakin ke sini engkau semakin sayang padaku. Apalagi sekarang kau mengajakku tinggal di desa sepi sunyi ini, berteman kebun karet, kebun kopi, kebun sawit dan kebun-kebun lainnya. Kau tak enak hati membawaku terdampar sejauh ini, menjauhkanku dengan keluarga besarku yang sangat ku cintai. Dari situlah membuatmu semakin sayang dan perhatian padaku. Tak ingin membuatku bersedih atau merasa tak nyaman selama tinggal di sini bersamamu. Kau selalu berusaha untuk membuat diriku merasa nyaman hidup bersamamu. Walaupun terkadang masih ada perbedaan dalam pemikiran. Tapi dengan itu, membuat kita semakin belajar bagaimana memahami dan mengerti.

Banyak yang bilang engkau beruntung mendapatkan istri sepertiku. Nyatanya, mereka salah menilaimu. Padahal aku yang beruntung bisa menjadi istrimu, dan memiliki suami sehebat dirimu. Dengan izin Allah, kau berhasil mengubah penampilanku. Kau juga berhasil mengajakku semakin mengenal Allah. MasyaAllah tabarokallah suamiku.

Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apapun kekuranganmu, ku kembalikan kepada Allah saja. Biarlah Allah yang mengubah atau mungkin menghilangkan kekurangan itu. Kalau terlalu dipikirkan, malah akan jadi bomerang untuk hubungan. Menikah, itu perjuangan tanpa henti. Akan ada takdir yang akan datang menggurui. Semua indah ketika akad nikah, tapi setelahnya siapkan mental baja untuk mengarungi bahteranya. Perkuat iman dan komitmen, saling belajar adalah hal sederhana yang kadang sulit dilakukan. Ya, semua  butuh perjuangan. Jangan lupa perketat taat kepad-Nya, agar Allah memberkahi perjalanannya.

Bismillah, setiap pernikahan itu pasti ada lika likunya, dan masing-masing memiliki  kisah tersendiri di dalamnya. Jangan menyerah, hidupkanlah cahaya rumahmu dengan cinta Allah. Maka Allah akan selalu membersamai rumahtangga itušŸ’ž
====***=====

Writing collab Titik sadewi
Terima kasih sdh menginspirasi utk tulisankušŸ¤—

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Sejati

šŸ„€Perang Melawan Diri Sendiri

šŸŒˆMelukis Pelangi Di Tengah Hujan