Sederhanakanlah Versinya, Sederhanakanlah Definisinya

Bukan mainan mahal atau uang saku yang berlebih. Ternyata cukup dengan hal-hal sederhana seperti yang tergambar dalam foto di bawah inilah, cukup bagi mereka untuk bisa merasakan bahagia. Mengekspresikan bakat, menstimulasi motorik, dan mengedukasi kecerdasaan otak mereka, melalui kreatifitas dan realitas. Membawa pada keakraban dan tawa lepas, tanpa merasa ada beban membekas.

Ah ternyata, bahagia versi mereka sangatlah sederhana

Sebenarnya kita bisa belajar tentang kebahagiaan itu dari mereka. Tanpa ada kepura-puraan mereka bisa saling menerima satu sama lainnya. Tanpa mencari perbedaan, mereka mampu menyatu dan membaur dengan satu sama lainnya. Bekerja sama membangun ide kreatifitas yang bersarang dalam otak mereka. Tanpa melihat perbedaan yang ada. Walaupun berlainan keinginannya, namun tak ada kata ego di dalamnya. Kalau kata anak gaul zaman sekarang sih, istilahnya elo-elo gua-gua. Tak ada ego yang membuat mereka terpecahkan dalam membangun ide kreatifnya. Mereka mampu tenang bermain bersama, ditambah tawa renyah yang merekah. Walau salah satu layang-layang diantara mereka terjatuh, mereka masih bisa hadirkan tawa. Ah, bahagianya. Sesekali suka ikutan tertawa juga, manakala melihat tingkah mereka. Hati ikut merasakan aura bahagia mereka. Hidup itu, ternyata sangat sederhana ya. Sesederhana seperti mereka memandang kebahagiaan dalam kehidupannya. Sesederhana mereka mendefinisikan maknanya. Sehingga mereka mampu menciptakannya.

Mereka menciptakannya dengan cara mereka. Itulah kenapa bahagia itu ada, karena kita yang cipta. Diri kita sendirilah yang mampu menghadirkannya. Buatlah saja seperti mereka, lebih sederhana dalam memaknai dan mendefinisikannya. Maka mata hati kita mampu melihat, dimana dan dari arah mana jalan bahagia itu bisa menjelma. Tak perlu tinggi penafsirannya. Menjalani hari dengan sebaik-baiknya, produktifkan diri agar terbebas lepas dari penatnya dunia. Cobalah renungkan kembali, hobi dan rutinitas apa yang bisa membuat kita tersenyum bahagia. Membuat hati lega, sehingga bisa mengurai penat yang sedang menghimpit jiwa raga. Walau seharian di rumah sebagai Ibu Rumah Tangga. Kalau saya sih, membaca dan menulis. Atau sesekali pergi ke alam untuk mentafakuri kebesaran-Nya. Atau lari ke toko buku, sambil mengasuh anak yang dicintai. Berdua, mentafakuri setiap goresan Sang Ilahi. Kalau kata teman saya sih, ih receh sekali. Ya seperti itulah. Tapi tahukah kamu, bahwa yang receh itu biasanya mampu mendamaikan hati. Yang receh itu, biasanya mampu mendatangkan senyum tanpa melukai.

Sederhanakanlah versinya, sederhanakanlah definisinya. Tak usah banyak bicara, tak usah banyak cerita. Karena tidak semua manusia menyukai kita. Tidak semua manusia bisa menerima kita, dengan keikhlasan di dalamnya. Kadang ada yang membenci kita, ada juga yang memusuhi kita. Ada yang memakai topeng, baik di depan namun menikam di belakang. Itulah kehidupan. Sebaik apapun kita, pasti jalannya tidak akan selalu Allah buat sempurna. Lantas bagaimana cara kita bisa menggapai bahagia? Agar tidak selalu uring-uringan di dalamnya. Karena beban ujian dan permasalahan. Cobalah sejenak saja, duduk dengan posisi tegak, ambil nafas dalam-dalam, dan keluarkan dengan rasa syukur yang mendalam. Bayangkan bahwa Allah sedang membelai kepala kita dengan penuh kelembutannya. Kemudian Ia berbisik, "sabarlah... selalu ada Aku di sisimu. Teruslah gali manfaat, teruslah melakukan banyak kebaikan. Nanti aku yang akan membahagiakanmu dengan caraku". Lakukanlah itu setiap kali habis sholat. Sampai ia benar-benar masuk dan tertanam ke dalam jiwa kita.

Jangan biarkan dirimu hanya berdiam diri tanpa tujuan. Walau bukan uang yang kita hasilkan, tapi ketahuilah keadaan nyaman itu pasti akan datang. Sebab datangnya bahagia itu beriringan dengan rasa syukur dan keikhlasan. Boleh juga dengan bekerja di luaran. Tapi bekerja cerdas ya? Jikapun ingin diimbangi dengan bekerja keras, ingat harus pakai otak yang waras. Jangan sampai nafsu dunia menikammu dari belakang. Sehingga ganasnya mampu menghancurkan. Bukan kebahagiaan yang datang, namun kehinaan dari Allah SWT yang menjelang. Berhati-hatilah memaknai dan mengolahnya, dengan kearifan jiwa yang takut akan azab-Nya.  

Coba kita flashback sebentar ke kasus selebritis yang pernah booming beberapa bulan yang lalu, NR dan suaminya. Kalau kita lihat secara kasat mata, apa sih yang kurang dari mereka. Segala-galanya ada. Harta dan tahta melimpah ruah. Terlihat tidak ada kekurangan di dalamnya. Nampak terlihat di mata kita, enak sekali ya hidupnya. Jadi orang kaya, mau ini itu tinggal perintah dan gesek saja. Tanpa harus banyak pertimbangan terlebih dahulu di dalamnya, memikirkan besok beli beras gimana, besok buat bayar uang sekolah anak gimana. Tapi kok ya, mengapa bisa mereka masuk penjara karena narkoba? Ternyata alasan klasiknya sangatlah sederhana, mereka merasa stress, tertekan dengan beban pekerjaan yang begitu banyak. Sehingga tanpa pikir panjang melampiaskannya pada barang haram. Sebab rasa takut kepada Allah tidak bersarang. Itu membuktikan, bahwa ternyata kebahagiaan itu bukan terletak pada harta dan tahta semata. Tetapi bahagia itu terletak pada masing-masing hati kita, bagaimana diri yang pandai bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Apapun itu bentuk karunia dan nikmatnya. Besar kecilnya, diri kita sendirilah yang memaknainya. Diri kita sendirilah yang me-maintenance-nya. Tersenyum dengan keikhlasan tanpa ada kepura-puraan di dalamnya. Apa adanya, tanpa menuntut kesempurnaan di dalamnya. Cukup dengan Allah, bahagia itu akan tercipta. Karna hanya Allah yang mampu membantu kita untuk menciptakannya.

Baiklah, kita kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya. Lantas bagaimana cara kita agar bisa menggapai bahagia? Simple saja sih ya. Selalu bersyukur, apapun bentuk nikmat yang Allah berikan. Melihat ke bawah, setiap kali Allah menghadirkan masalah ataupun ujian. Sehingga tumbuh prasangka baik kita kepada Allah. Berdoa, mintalah selalu bantuan-Nya untuk bisa belajar sabar dan ikhlas. Tanpa terus menggerutu, apabila ada jalan yang tidak sesuai. Yuk kita puasa aja deh, atau sedekah walau sedikit. Dan bertaubat. Karena sebaik-baiknya kita, kita hanyalah manusia biasa. Yang Allah ciptakan tidak seperti malaikat keberadaannya. Kita tetap punya dosa dan kesalahan di dalamnya. Kita adalah makhluk akhir zaman. Point terakhirnya, carilah teman dan sahabat sholih/sholihah. Sehingga hadirnya bisa mendatangkan sifat positif dan produktif. Tidak lagi menggantungkannya kepada selain Tuhan. Yang keberadaanya dapat punah ditelan zaman. Tersenyum dan berdoalah dengan maksimal. Mintalah agar Allah mengisi hati kita dengan tangki kebahagiaan. Walau dengan cara sederhana dan receh yang kita lakukan.

Berjalanlah secara perlahan dengan penuh kehati-hatian. Tak perlu memaksa dan dipaksa. Seperti anak-anak yang tertawa bersama, saling menerima tanpa adanya rasa aku di dalam dada. Maka bahagia itu tercipta dengan sendirinya. Buatlah lebih sederhana versinya. Jangan menuntut kesempurnaan di dalamnya. Biar Allah yang mengurai benang kusut yang tak beraturan. Tugas kita hanya bersyukur dan menjalani kehidupan di atas tapak kebaikan. Karna komponen utamanya hanya 3 bagian. Pertama; apabila diberi nikmat, bersyukur. Kedua; apabila diberi ujian, bersabar. Ketiga; apabila berdosa, beristighfar dan taubat. Dan itulah tiga komponen utama kehidupan, yang mampu mengantarkan manusia menuju kebahagiaan. Mengukir manfaat tanpa melihat, aku yang paling baik dan aku yang paling hebat.  Sebab bahagia tidak selalu mewah. Bahagia tidak selalu dengan harta dan jabatan. Gapailah bahagia itu, dengan versi sederhana yang kita punya. Walau hidup masih dalam sekat. Karena bahagia receh itu sangatlah bermanfaat. Jangan habiskan waktu untuk mengumpat. Apalagi menghujat. Sebab tidak bermanfaat. Semangat, belajarlah untuk selalu produktif dan manfaat. Orientasikan akhirat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Sejati

🥀Perang Melawan Diri Sendiri

🌈Melukis Pelangi Di Tengah Hujan