❤️Kuingin Mengenangmu, Lewat Bagaimana Caramu Mendulang Pahala Melalui Kehadiran Sang Tamu🍂

Kita sebagai makhluk sosial tentunya pernah menjadi tamu ataupun menerima tamu di dalam kehidupan kita. Yang menandakan bahwa kehidupan kita tidaklah bisa terlepas dari kata silaturahmi di dalamnya, yang merupakan suatu amalan dalam tali ukhuwah islamiyah. Selain itu, bersilaturahmi juga akan memperpanjang umur, serta melapangkan rezeki bagi siapa saja yang senantiasa melakukannya. Tapi silaturahminya bukan untuk menggosip atau mengghibah ya.

Menjadi tamu dengan disuguhkan minuman dan makanan oleh pemilik rumah, pasti siapa saja pernah mengalaminya. Begitupun sebaliknya. Menerima tamu dan kita menyuguhkan segala makanan terbaik yang ada di rumah kita untuk mereka. Pasti juga kita kerap merasakannya. Sungguh ternyata memuliakan tamu itu adalah sebuah anjuran bagi kita semua. Dan mengandung pahala kebaikan di dalamnya. Ada pahala sedekah, ada pula pahala silaturahminya. Bahkan agama Islam sendiri telah mengatur sunatullohnya dengan begitu indahnya.

Tahukah kalian wahai semua?

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, Beliau bersabda: 

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

Hadits ini memberikan panduan kepada orang yang beriman, agar kita melakukan 3 (tiga) hal : 

1. Ucapkan ucapan yang baik atau diam. 

2. Muliakan tetangga

3. Muliakan tamu

Sungguh membaca hadist di atas, saya jadi terkenang dengan almarhumah nenek saya. Masih teringat jelas dalam ingatan, dimana pada masa hidupnya ia selalu menganggap tamunya yang datang ke rumahnya itu seperti raja. Service bintang lima sih lewat menurut penglihatan saya. Jika ia mendengar dan mendapati kabar sanak saudara, kerabat, sahabat, atau teman dari jauhnya akan datang bersilaturahmi ke rumahnya, maka ia pun akan mulai sibuk merancang segala sesuatunya. Menyiapkan service istimewa untuk menyambut kehadiran sang tamu tersebut. Sampai kepada cerita-cerita bahagia yang mengandung gelak tawa pun ada dalam daftar list menunya. Pokoknya service hotel mah lewat deh begitu saja. Percaya gak percaya, itulah yang saya lihat dan saya rasakan selama hidup bersamaan dengannya. Apresiasi terbaik untuk dirinya, di kala masa hidupnya.

Sementara saya, sebagai cucunya yang dulu belum tahu bagaimana agama kita memerintahkan dalam memuliakan tamu, bagaimana agama mengajarkan cara memperlakukan tamu, terkadang bibir ini sering jadi cemberut lima sentimeter dikala melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang diamanahkannya, yang saya anggap super lelahnya. Nguprek di dapur berhari-hari selama tamu itu ada di rumahnya. Kala itu, jadi inem iya, jadi office girl iya, jadi notulenpun iya, jadi bodyguard nya juga iya, bahkan sampai jadi tukang kebun pun iya. Membantunya merumput serta menyapu halaman dan rumah dan hingga terlihat bersih semua. Pekerjaan rangkap alias double job ceritanya. Dari mengantar nenek belanja ke pasar, menyiapkan segala keperluan yang ada, mencatat persiapan belanjaan yang mau dibeli untuk dimasak, sampai menyiapkan makanan kecil dan minuman untuk menjamu kedatangan tamunya. Tak terlepas rumah yang harus terlihat rapi dan bersih keberadaannya. Ah perfect deh rasanya. Tak jarang kadang membuat mulut terlepas mengeluh capek kepadanya, sambil bibir manyun panjang sedemikian rupa, hahaha... Ah! Pokoknya kalau ingat itu, subhanallah sekali ya. Akan tetapi setelah kesini, setelah saya sering mengkaji dan mempelajarinya, ternyata itu semua menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi diri saya. Apa yang saya kerjakan walau mungkin lelah, ternyata di dalamnya menyimpan sebuah pahala. Dan satu hal lagi pelajaran baiknya, saya jadi pribadi yang pandai memasak dan cinta akan kerapihan serta kebersihan.

Subhanallah lucunya kalau diingat-ingat lagi, kalau sudah capek hampir dipastikan bibir ini menjadi cemberut tiba-tiba. Ah, tapi itu dulu ya. Mungkin sebuah kesalahan buat saya. Ketika belum tahu ilmunya, sebelum saya mengetahui bagaimana keharusan dalam memuliakan tamu yang datang berkunjung ke kediaman kita. Faghfirlii ya Robb, maafkan cucumu ini ya nek yang kadang sering manyun kalau sudah kerasa bgt capek.

Sebab ketidaktahuan itu, dulu saya menganggap pekerjaan itu seperti sebuah beban yang tiada pahala disisi-Nya. Jujur, kadang tersirat di hati menganggap bahwa apa yang seringkali nenek saya lakukan kala itu, terkesan seperti terlalu berlebihan di mata saya. Ternyata oh ternyata, saya sudah salah kaprah dalam penafsirannya. Semua yang nenek saya lakukan itu semua ternyata ada beralasan. Walau saya yakin pasti nenek tidak tahu tentang dalilnya, bagaimana anjuran Rasulullah Saw dalam memuliakan tamu dengan sebenarnya. Katanya dia hanya mengambil pelajaran dari orangtuanya terdahulu saja. Satu kalimat darinya yang masih teringat sampai sekarang, nenek saya pernah berkata, “Jangan pernah pelit sama tamu, mau kita benci ataupun tidak kepadanya, kita harus bisa menghormatinya. Buatlah mereka betah ketika singgah dan berada di rumah kita, sebab tamu itu ibarat raja. Apalagi jika tamu itu datang dari jauh, tidak setiap hari setiap bulan singgah ke rumah kita. Suka atau tidak suka, jangan pernah tunjukan ketidaksukaan kita kepada mereka. Jamulah tamu itu sebatas kemampuan kita. Tawarkan makan, walau hanya pakai sambel dan tempe goreng saja. Sebab tidak akan habis nasi di rumah kita, hanya dengan kita memberi sepiring makanan kepada tamu ataupun tetangga”. Itulah pesan yang disampaikannya, pesan yang sarat makna sekali menurut saya. 

MasyaAllah nek, pelajaranmu begitu sangat berharga. Ah, membuat kerinduanku kembali terurai. Membawa terbang mataku ke dalam bayangan wajahmu. Maafkan jika dulu cucumu ini, sempat menganggap sikapmu itu terlihat berlebihan dalam menjamu tamu. Sehingga terkadang menjadikan apa yang dikerjakan, hilang pahala ikhlasnya. Hanya karena bibir cemberut yang kadang datangnya tiba-tiba.

Barokallah nenekku, pelajaranmu sungguh luar biasa. Bagaimana caramu memuliakan tamu dan bermuamalah kepada tetangga, terbukti nyata imbasnya hingga kau tiada. Kebaikan demi kebaikanmu tersiar oleh siapa saja yang pernah merasakannya. Bahkan sampai kepada teman-teman sekolah dan kuliahku tempo  dulu, yang pernah merasakan bagaimana indahnya sambutanmu di kala mereka datang ke rumahmu. Cerita dan canda tawamu yang terurai, membuat mereka mudah akrab dan nyaman duduk berlama-lama di dekatmu. Bahkan kemarin lusa sebagian dari mereka ada yang bertanya tentangmu, dan kuberitakan bahwa kau telah meninggal dunia. Apa tanggapan mereka? Doa-doa terbaik yang tersampaikan, “Semoga surga untuk nenek ya Vi, nenek orangnya baik, ramah, dan tidak pelit. Teringat sewaktu kita-kita silaturahmi main ke rumah, nenek maksa kita semua untuk menginap di rumahnya, tidak memperbolehkan kita menginap di hotel/losmen. Dia juga menjamu anak-anak kost seperti kita ini, dengan masakannya yang serba enak dirasa. Anak kost jadi perbaikan gizi selama berada di situ. Nenek sudah membuat anak kost merasa bahagia. Sepertinya kami ini raja dan ratu saja. Dan kamu Vi, waktu itu yang jadi kepala kokinya. Ah, jadi kangen masa-masa bertemu dengan nenek. Apalagi nenek orangnya humble banget.” 

Begitulah ungkapan mereka, terurai cerita kebaikan. Bersama gelak tawa bahagia yang menyatu ke dalam diri mereka. Sekali lagi barokallah nenekku tercinta, doa dan al fatihah insyaAllah tiada pernah terputus untukmu, dari cucumu. Semoga Allah benar-benar menempatkanmu disurga-Nya bersama almarhum kakek. Bagi hidup saya, kalian adalah duo komplit, guru terbaik di dalam perjalanan hidup, guru yang telah mengajarkan tentang banyak hal. Salah satunya bagaimana bermuamalah terhadap sesama, pentingnya berbagi kepada tetangga, walau itu hanya dengan sepiring pisang goreng saja. Terlebih bagaimana caranya memuliakan tamu di atas kehadirannya.  Kebaikan-kebaikanmu selalu terkenang, padahal kau sudah lama tiada. Namun di segala suasana terkadang masih ada saja, kujumpai tentang cerita-cerita kebaikanmu selama hidup di dunia. Entah dari mana datangnya, dan asal mulanya, kadang cerita itu mengalir dengan sendirinya. Bukan dari para cucumu tercinta, tetapi dari orang-orang di sekelilingku yang pernah merasakan indahnya kebaikanmu. Bahkan yang membuat diriku salut dan kagum terhadapmu adalah, di penghujung masa akhir-akhir perjalanan usiamu itu. Yang jarang sekali terpikirkan oleh kebanyakan orang. Dimana tiga tahun sebelum datangnya kematianmu, engkau selalu saja mengingat tentang kematian. Kau persiapkan dirimu dengan matang, untuk perjumpaanmu Kepada Allah Yang Maha Pencipta. Mulutmu tak pernah henti selalu saja menggetarkan kata maaf atas segala sikap, perkataan, dan perbuatanmu kepada semua orang yang bertamu ke rumahmu. Bahkan juga kepada tetangga di sekitarmu. Kata yang seringkali kudengar kala itu, adalah selalu terucap dari mulutmu, “Saya minta maaf ya kalau ada kata-kata dan perbuatan saya yang gak berkenan, namanya saya ini sudah tua. Tidak tahu akhir umur saya, kapan ajal saya akan datang. Bisa saja besok atau lusa, saya gak tahu. Sebab badan saya udah mendekati bau tanah, jadi saya minta maaf kalau ada kata-kata dan perbuatan yang salah”. Selalu saja kalimat itu, yang terucap dari mulutmu kepada setiap orang yang singgah ke rumahmu. Seolah-olah dengan kata itu, engkau esok pasti akan menemui ajalmu. 

Itulah sekelumit tentangmu. Tentang kisah yang selalu menyatu di hatiku. Yang tak akan pernah terbuang dalam kehidupanku. Disini ku hanya ingin mengenangmu, di atas rasa rinduku yang kadang datang begitu menggebu. Ya, memuliakan tetangga dan tamu adalah satu kisah yang terkenang secara dalam, dari sekian banyak kisah kebaikan-kabaikan yang engkau ajarkan kepada cucumu ini. Dan hari ini, sayapun mengambil banyak ikhtibar dari semua pelajaran itu. Langsung dari tanganmu. Setelah hari ini diriku selesai mengikuti kajian, yang mengupas habis tentang bagaimana bertetangga yang baik dan memuliakan tamu. MasyaAllah, semua pelajaranmu itu sarat manfaat dan sarat ilmu, untuk cucumu dalam belajar berhabluminannas dan caranya memuliakan tamu.

Ternyata setelah membaca hadistnya itu, nenekku... caramu tak pernah salah. Adapun menghormati tamu sudah menjadi kewajiban bagi setiap pemilik rumah. Siapa saja yang berkunjung ke rumah kita, harus kita hargai dan jamu mereka sedemikan rupa dengan baiknya. Terlepas siapa mereka, dan bagaimana kedudukannya di hati kita. Menghormati tamu juga merupakan anjuran dari Rasulullah Saw. Siapapun itu, meskipun itu mungkin orang yang tidak kita suka, ataupun kita suka, meskipun itu orang yang istimewa di hati, ataupun orang yang biasa saja di hati. Sebagai seorang muslim yang, kita tetap memiliki keharusan untuk bisa menghormati dan memperlakukan mereka dengan baik, serta menjaga akhlak kita dalam memuliakan kehadirannya. Allahumma..., ketika kita berusaha memuliakan setiap orang yang datang ke rumah kita, tanpa melihat siapa dan bagaimana kedudukan mereka di hati kita, maka semoga kelak Allahpun berkenan memberikan ganjaran pahala kebaikan, dengan kembali memuliakan kedudukan diri kita kelak di hadapan-Nya. Ingatlah pahala itu akan tetap mengalir ada, dan tak akan menghilangkan prestis kita di kala kita mampu mengalah ego, untuk selalu belajar memuliakan setiap orang yang hadir dan singgah di kediaman kita. Tanpa melihat siapa mereka dan siapa kita. InsyaAllah, aamiin.

Begitulah caraku mengenangmu, ketika rindu menggebu di hatiku. Namun mulut kita tak lagi bisa sharing dengan indahnya seperti dulu. Semoga bukan hanya diriku yang sering merindu. Pendidikan akademisimu memang biasa-biasa saja nenekku, namun pengalaman asam garammu itu yang luar biasa. Mungkin saja mengalahkan diri kami yang sekolah. Terutama tentang keramahanmu dan kebaikanmu dalam bertetangga juga memuliakan tamu. Bahkan terhadap orang yang menyakitimu  sekalipun. Kau berikan mereka balasan permata dalam jamuannya. Banyak ilmu dan petuah yang mengalir dari bibirmu. Segala ajaran dan pelajaran yang tersimpan di kalbu, yang membuatku merasa kau masih seperti ada di dekatku. Detak nadiku, mungkin kelak bisa menjadi saksi di atas kebaikanmu. Bayangan dirimu tak akan bisa lepas oleh waktu. Sebab kebersamaan denganmu, sungguh telah menyatu ke dalam jiwaku. 

Sederhana namun penuh makna katamu, "Cintai tetangga seperti kau mencintai dirimu, cungku. Hargai keberadaan mereka. Jika kau nanti hidup jauh dari orangtua dan keluarga, maka tetangga terdekatmu itulah yang menjadi saudaramu. Maka muliakan mereka, maka baik-baiklah terhadap mereka, dan berbagi rezekilah sebatas yang kau bisa. Walau itu hanya sebatas satu potong roti saja, atau hanya semangkok sayur hasil olahanmu".

Semoga Allah ridho terhadapmu, untuk bertemu dengan kakekku. Dan menjadikan keindahan surga-Nya, menjadi bagian dari akhir cerita perjalanan hidup kalian.

Waallahualam 🙏


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Sejati

🥀Perang Melawan Diri Sendiri

🌈Melukis Pelangi Di Tengah Hujan