Berbicara Tentang Rindu 💌

Wahai manusia,
merindulah kepada Ia yang berhak kau rindu saja
Agar Ia tak lantas cemburu kepada kita
Sebab hadirnya tak pernah memberi rasa kecewa
Siapakah Dia?
Ya, Allah Sang Maha Pemberi Cinta
***

Rindu sebenarnya adalah bagian dari perasaan yang tergolong fitrah. Karna rindu wujud rasa yang ada di dalam hati dan bukan yang dibuat-buat. Sebab ia merupakan buah dari cinta, yang tertanam dalam hati manusia. Merindukan seseorang sebenarnya tidaklah dilarang, asal tidak melampaui batas kewajaran yang ditetapkan syariat. Kerinduan terhadap seseorang yang belum halal misalnya. Maka keberadaannya, mesti kita kontrol agar tidak menjadi berkarat-karat. Sampai membuat manusia hilang emosi dan perasaannya. Dan tak tahu lagi mana yang menjadi jalan selamat. Jika sudah demikian, maka hal utama yang harus dilakukan adalah mendalami ilmu agama. Agar rindu yang menyerbu tak langsung membawa kita kepada jalan laknat. Na’udzubillah ya.

Ah, bicara tentang rindu. Berarti kita tidak bisa lepas dari soal cinta. Sebab rindu dan cinta, adalah kesatuan golongan yang Allah berikan kepada manusia. Fitrah yang Allah titipkan, sebagai anugerah terindah di dalam hidup kita. Dan keberadaannya terkadang melekat pada syahwat. Eits! Hati-hati kalau lewat. Jangan lupa kuatkan dengan syariat. Sebab rindu bisa tercipta kepada siapa saja. Rindu bisa lewat kapan saja. Rindu juga bisa mengingat apa saja. Hadirnya tidak bisa dipungkiri. Hadirnya tidak bisa kita mengerti. Namun keberadaannya bisa kita gali, bagaimana ia mesti. Misalnya, seperti rindu terhadap orang tua, anak, keluarga ataupun sahabat. Suami kepada istri, atau istri kepada suami.

Namun hati manusia, tak bisa dipungkiri. Jika kadang rindu datang kepada mereka yang tak mesti. Sebab Allah titipkan cinta di dalam hidup ini. Memiliki rasa kagum kepada makhluk-Nya, memandangnya tanpa sengaja lewat di hadapan muka. Dan ini bisa dialami oleh siapa saja, setiap manusia. Sehingga dengan adanya cinta kemudian memutuskan untuk melebihkan sebuah rasa menjadi mencintai, hingga kemudian sampailah pada rasa rindu yang menggebu. Kalau sudah begini menjadilah urusannya gaswat, eh hati-hati syahwat lewat. Aduh! Jadi pusing saya, untuk menuliskannya sampai tamat.

Disinilah pentingnya kita mengelola syariat dalam taat. Sebab rindu yang lewat bisa menjadi hal yang dahsyat, jika hanya mengedapankan syahwat. Akan tetapi, jika kita mampu menyatukan syahwat dan syariat, maka itu adalah puncak keindahan. Sebaliknya syahwat, cinta dan rindu tanpa syariat, justru akan membuat mereka sengsara akhirnya, karena hanya kesenangan sesaat. Dan ingatlah akan pedihnya azab akhirat.

Rindu kepada mereka yang belum halal bisa disiasati. Apabila rindu kepada seorang yang bukan mahram, dan mampu menjaga syahwatnya tanpa ada hal yang menyimpang, maka ketika ia meninggal, termasuk orang yang syahid. Hal itu lantaran karena termasuk orang yang memerangi hawa nafsu.

Lantas bagaimana caranya menyikapi rindu yang menggelora biru, agar keberadaannya tidak membuat hati kita terjerumus ke lembah syahwat. Yuk kita lihat, bagaimana Islam menjawab:

1. Simpan rindu itu dalam diam, dan jangan berlebihan. Rindu harus mampu dijadikan sebagai perasaan biasa dan perasaan yang tetap dikelola oleh nalar atau logika manusia. Sehingga rasa yang hadir tidak merusak diri dan tetap mampu membuat kita berpikir positif.

2. Kembangkan rasa rindu itu ke hal yang baik, dengan tidak meninggalkan aturan syariat. Rindukanlah hal yang baik, dan hal yang memang tidak melanggar perintah Allah. Dengan cara menjaga pandangan kita.

3. Tetap manusiakan manusia, jangan melebihi apapun juga. Sebab rindu yang paling utama adalah rindu atas cinta kepada Allah dan Rosul-Nya. Berikanlah rasa rindu itu sesuai tempat dan kadarnya, sebagaimana mestinya. Sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia, yaitu untuk menghamba kepada Allah Swt.

4. Kelola hati dengan benar, menjaga jangan sampai rasa rindu itu melebihi rasa rindu kita kepada Allah. Dengan cara berpegang teguhlah pada rukun Islam, jagalah hubungan antara iman, Islam, dan ihsan. Agar tidak salah jalan, yang ada rasa rindu itu mampu membawa kita kepada jalan kebaikan.

Ibnu Hajar berkata dalam kitab Tuhfatul Hama," Tidaklah cinta itu dilarang dan dosa di mata manusi dan hukum. Karena Hati dalam kekuasaan Allah Azza wajala". 

Sebagaimana hati itu atas kekuasaan Allah, tentunya manusia tak bisa berbuat ketika Allah telah menetapkan takdir. Seseorang yang tidak punya rasa cinta, bahkan disebut jiwanya cacat. Adapun jika cinta diiringi dengan syahwat, maka perlu diimbangi dengan syariat. Awas ya hati-hati membawa rindu berat. Terlebih jika rindu itu terulur kepada pasangan yang belum dihalalkan lewat akad. Ah! Pokoknya berat, berat, berat, berat!!. Kalau salah ambil jalan, bisa-bisa tidak selamat. Sebab hawa nafsu yang melibat, yang akhirnya nikmat sih nikmat, tetapi siap-siap ada laknat. Godaan setan kian mendekat, aduhai.. jangan sampai salah alamat. Sehingga hanya nikmat sesat, namun jauh dari makrifat. Semoga Allah menjaga kita semua, di atas rindu yang satu. Yaitu rindu yang membawa kita terbang ke alam biru, bersama kidung merdu Yang Maha Merindu. Yang keberadaan cintanya tak terhingga dan tak membawa malapetaka.

Yuk jaga hati kita, antara syahwat dan syariat buatlah mereka merekat. Sehingga arah kita selamat. Sebab hal yang paling berat, adalah memerangi syahwat di atas hawa nafsu yang tak terawat oleh syariat.

Waallahualam bisawab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Sejati

🥀Perang Melawan Diri Sendiri

🌈Melukis Pelangi Di Tengah Hujan